“Call Me by Your Name”: First Love Stays Forever

“Nature has cunning ways of finding our weakest spot”

 

12
Italian summer’s love story

I lose my words when I’m done watching this movie. It scored on my heart. The passionately beautiful love story between Elio Perlman (incredibly acted by Timothee Chalamet) and Oliver (attractively acted by Armie Harmer) left something on me emotionally. Yes, you read it right. It’s queer movie. Gay’s love story.

 

 

Set in Northern Italy (mostly Crema) around summer 1983, Call Me by Your Name (CYMBN) was beautifully acted, scored, and shot. You know it’s one of masterpiece only from the beginning of the movie, which is opening title. Gambar Greek Gods, patung patung torso, seolah sedari awal memang ingin memberi tahu film ini akan seindah apa. I fell in love with the set, (Elio’s home, Crema’s topography, the pavement roads, Elio’s neighborhood, the bikes, the books), the wardrobe (it’s so old school but still relatable to current fashion), and to mention the soundtrack (did I listen to Bach? Gosh!). Setting tempatnya mengingatkan saya pada Before Sunrise yang merupakan film favorit saya sepanjang masa. Bagi saya pribadi, membuat film dengan tema LGBTQ berlatar belakang Eropa tanpa eksekusi yang tepat akan sia sia. Call Me By Your Name adalah salah satu yang berhasil. Sangat berhasil malah kalau saya bisa bilang.

Call Me by Your Name - Still 2
Nice to meet you

Call Me By Your Name adalah film dengan garis merah coming-of-age. Tokoh utamanya adalah bocah laki laki berumur 17 tahun bernama Elio Perlman. Anak dari seorang Profesor Perlman (our dearest Papa Michael Stuhlbarg). Profesor Perlman gemar mengundang salah satu anak didiknya yang terbaik pada waktu musim panas ke rumah singgahnya di Italia bagian utara. The luckiest guy was Oliver, an American man in his middle 20’s. Dari situlah petualangan cinta Elio dan Oliver bermula.

Ada 3 hal yang benar benar menyita perhatian saya sewaktu menonton film ini;

  1. Elio Perlman

Elio Perlman diperankan dengan sangat mengagumkan oleh pendatang baru, Timothee Chalamet. Pada scene pertama, Chalamet sudah mencuri perhatian saya. Wajahnya yang tampan, rahang yang tegas, tatapan mata yang intens, adalah modal utamanya. Ditunjang dengan bakat aktingnya yang luar biasa. Di usia Elio yang menginjak coming-of-age, Chalamet benar benar berhasil memerankan seorang remaja 17 tahun yang terkesan manja, sedikit agresif, dan cerdas. Bahasa tubuh Chalamet benar benar  ‘liar’. I have no idea about Chalamet and Hammer have done out of the set of the movie. Chemistry-nya dua orang ini kerasa banget. Even if we’re done watching, you won’t ever get enough of them two. Untuk ukuran aktor semuda Chalamet (22 tahun), mengambil peran sebagai seorang gay adalah sebuah resiko yang besar. You’re either to be loved or to be hated. And in this case, I’m pretty sure, he’s the star. I’m excited with all his upcoming movie projects!

tmp_Y0Oxak_d45af897db3e546d_PEACH
a Star is born!
  1. Parenting Issue

Buat saya, selain CMBYN adalah film bertema queer, film ini pada dasarnya mengajarkan parenting. Usia coming-of-age adalah usia anak mulai mencari jati dirinya. Dalam hal ini, Elio mulai mempertanyakan orientasi seksualnya. Elio tidak langsung menjatuhkan hati begitu saja pada Oliver. Ada masa ketika dia merasa bingung akan orientasi seksualnya. Dalam film ditunjukkan Elio berusaha mendekati, bahkan making out, dengan Marzia (Esther Garel). But nature doesn’t allow him. Cinta Elio hanya kepada Oliver. Begitu pula Oliver. Betapa beruntungnya Elio ketika Ayahnya mengetahui hubungan terlarang anaknya ini. Tidak ada sanksi moral yang diberikan oleh orangtua Elio. Bahkan mereka berusaha membesarkan hati Elio (in the end of the story Elio got a phone call from Oliver and Oliver said about to get married. He left Elio but remembered everything. Pathetic.)
here’s what Mr. Perlman said to Elio (and I think one of the greatest speeches in history of movie)

Then let me say one more thing. It’ll clear the air. I may have come close, but I never had what you two have. Something always held me back or stood in the way. How you live your life is your business, just remember, our hearts and our bodies are given to us only once. And before you know it, your heart is worn out, and, as for your body, there comes a point when no one looks at it, much less wants to come near it. Right now, there’s sorrow, pain. Don’t kill it and with it the joy you’ve felt.
(credit: IMDb)

Yeah I almost shed into tears when I saw that scene. One of the most breathtaking scene to me. It’s about father and son relationship. Bagaimana seorang  Ayah tetap bisa menerima anaknya bagaimanapun ia. Tidak heran jika Mr. Perlman tiba tiba menjadi sosok Ayah favorit bagi sebagian besar orang orang Barat. Ya, karena sosok Ayah seperti Mr. Perlman akan berbeda apabila diaplikasikan dalam budaya dan norma sosial masyarakata Indonesia. Satu satunya alasan film ini tidak tayang di Indonesia adalah temanya sendiri, homoseksual.

michael-stuhlbarg-and-timothee-chalamet-in-call-me-by-your-name (1)
New Dad of the era
  1. Efek yang Ditimbulkan

Menurut saya film ini mempunyai after effect yang cukup signifikan bagi pergerakan LGBTQ di dunia barat, atau bahkan dunia non-barat. Menyasar tema cerita coming-of-age bukan tanpa alasan. Karena pada umur itulah beberapa remaja mulai mengeksplorasi  orientasi seksualnya. Dalam norma budaya dan sosial, orientasi seksual yang disetujui banyak orang adalah heteroseksualitas. Jadi disaat ada seseorang yang merasa tidak hetero (homo) adalah hal yang salah. Sebuah kesalahan dalam sistem. CMBYN ingin memberi pencerahan bahwa adalah hal yang wajar jika kamu merasa ‘berbeda’. You don’t need to be ashamed of. Penolakan pasti ada, entah dari diri sendiri (karena merasa tidak seperti norma yang disetujui) atau bahkan dari luar. But it’s all about love. Love doesn’t care about your gender, your age, or even your identification. Tidak heran banyak remaja yang ‘cracked the closet door’ setelah menonton CMBYN. Seingat saya Brokeback Mountain pun efeknya tidak sedahsyat Call Me By Your Name. CMBYN merupakan film dengan eksekusi yang tepat luar dalam. One small indie movie that could change our system.

Call-Me-by-Your-Name-1
“I love this, Oliver”
31-call-me-by-your-name
“I would kiss you if I could”

Ya, Call Me By Your Name adalah film tentang celebration of love. Film yang bisa mengingatkan orang tentang cinta pertama. Bagaimana usaha kita untuk menarik perhatian dia yang kita sayang, the ups and downs, tentang penolakan, bagaimana orang orang di sekitar kita mendukung apa yang kita lakukan, dan tentang patah hati. It’s all there! it’s truly a movie about love. Generally. See this movie and I’m pretty sure it will change your whole idea about queer people. 8,5 out of 10!

callmebymyname
My favorite scene when Elio and Oliver had conversation about ‘things’

“Call me by your name and I’ll call you by mine”

Tinggalkan komentar